14 Februari 2008

AMPUNILAH AKU TUHAN

Tuhan, betapa aku lupa mensyukuri nikmatMu.
Air bersih yang berlimpah, banyak kubuang percuma, seolah hakku.
Makanan yang disediakan di rumah, kubiarkan tersisa, tak ada yang melarangku.
Perintah dan menyuruh, terbiasa keluar dari mulutku, karena itulah mauku.
Prasangka ada di depan benakku. Yang utama adalah kebenaranku.
Jangan harap terbit ibaku, sekalipun aku mampu membantu.

Tetapi, Tuhan tak membiarkan aku celaka karena kebodohanku.
Tuhan datang menyapaku, dalam penderitaan saudara-saudaraku. Mereka yang tak kuasa melawan kelaparan. Mereka yang tercekik kehausan. Mereka yang putus asa. Mereka semua adalah manusia seperti aku. Mereka adalah wajah Tuhan yang teraniaya oleh karena kesombongan manusia , seperti aku.

Terlupakan olehku, Tuhan berkuasa memberi dan mengambil dariku. Termasuk segala sesuatu yang selama ini kuanggap hakku: kehormatanku, kekayaanku, juga orang-orang yang mencintaiku. Sungguh, aku mulai takut. Tuhan marah dan menghukum aku. Sejujurnya, jika aku tak bisa menjadi arif dalam berkelimpahan duniawi, bagaimana aku bisa siap dan tabah menjadi orang miskin dan menderita ?

Mengapa aku tidak memiliki kasih seperti orang Samaria yang mau menolong, walaupun bukan kaumnya, sahabatnya atau yang kita anggap sama derajatnya. Mengapa aku sulit rendah hati kepada Tuhan, apalagi kepada sesama. Mengapa aku berkeras hati merasa tak perlu berterima-kasih kepada Tuhan maupun sesama.

Tuhan, ampunilah aku ! Ambillah semua kelemahanku. Lepaskan jiwaku dari segala keburukanku. Jamah dan lembutkan hatiku dengan cinta IlahiMu. Berilah aku kesempatan, untuk membalas kasih setiaMu. Tuhan antarkan aku kepada mereka yang menantikan pertolonganMu. Agar tak sia-sia hidupku bila ajalku tiba. Ampunilah aku ya Tuhan.








































(Renungan ini dipersembahkan dalam menyambut masa pertobatan Pra-Paskah 2008)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Duh! tuhanku, dengan kuasaMu yang penuh kasih, ampunilah aku yang tak mengindahkan saudara-saudaraku. Begitu hanyut menikmati segala kelimpahan yang Kau berikan. padahal semua yang kuterima itu bukanlah seluruhnya kepunyaanku.
Yah, beginilah kita kebanyakan. Lupa saat menikmati yang sebenarnya tidak seluruhnya milik kita. Menutup mata jiwa dari yang lebih banyak terjadi di dunia. Memang lebih mudah dan enak menikmati yang sedikit dipilih. Lupa, bahwa sebutir nasipun hadir diatas piring kita dengan susah payah dan air mata banyak orang.